11/23/2015

MENGENAL LEBIHJAUH ULAR



MENGENAL LEBIHJAUH ULAR


Kenapa sih blog ini ada ular ularnya segala?
Nah saya jawab dulu pertanyaan ini
1.      Saya aga tertarik dengan ular sejak duduk di bangku SMK klas 1
2.      Saya juga mempelajari sedikit-sedikit tentang hewan melata ini dari sennior saya yang tergabung di sisik (akbar,solehudin boleng)
Kenapa ular ga yang lain?
Nah saya juga banyak hewan di rumah namun yang paling eksotis yah ini banyak yang salah kaprah tentang ular kalau berada di rumah ular suka di bunuh, ularnya segede klingking di bunuhnya pake balok yang gede,
Kalau dulu di SD dan SMP pernah di ajarin rantai makanan ada ular yang memakan tikus dan tikus memakan padi, bayangkan kalau populasi ular terus di bunung dan punah tikus berkembang pesat dan memakan padi nah  kita mau makan apa? (tikus)
Maka dari itu artikel ini daya buat buat berbagi ilmu dan sering ke pembaca supaya setelah membaca ga salah kaprah,

KARAKTERISTIK ULAR PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK ULAR

Ular adalah kelompok yang sangat besar reptil panjang. Ada lebih dari 2.500 spesies yang berbeda dari ular di planet kita. Ular hidup di berbagai habitat tanah dan air. Ular-ular yang paling melimpah dan ular terbesar ditemukan di iklim tropis seperti hutan hujan.Ular yang ditemukan di setiap benua di dunia kecuali Antartika di mana itu terlalu dingin bagi mereka untuk bertahan hidup. Juga tidak ada ular asli Hawaii, Islandia, Irlandia atau Selandia Baru.
Ular memiliki panjang, tubuh sempit dengan sisik yang menutupi kulit mereka. Ular tidak memiliki kelopak mata, tidak ada bukaan telinga luar dan tidak ada kaki, meskipun beberapa ular, seperti ular boa constrictors dan memiliki vestigial (tersembunyi atau disembunyikan) kaki belakang yang kecil, angka mencakar dikenal sebagai’ tajianal’ yang digunakan untuk memahami saat kawin. Ketika mereka tumbuh,ularberganti kulit lama mereka dan film yang meliputi mata mereka secara teratur. Seperti reptil lain, ulara dalah hewan berdarah dingin. Ular telah ada selama jutaan tahun. Ular ada selama periode dinosaurus. Ular yang reptil sangat modern dibandingkan dengan dinosaurus. Ular pertama kali muncul selama akhir periode Cretaceous (sekitar 146 juta tahun yang lalu), menjelang akhir masa dinosaurus. Jadi dinosaurus-an, seperti Tyrannosaurus Rex dan Triceratops ada saat ular pertama berevolusi. Diet ular akan menjadi mamalia berdarah panas dan mereka bisa melihat apakah mangsa potensial adalah berdarah hangat atau dingin. 
Karena sebagian atau seluruh dinosaurus berdarah dingin, itu sangat jarang ular untuk membuat makanan dari mereka.Kurang dari sepertiga dari semua ular berbisa dan kurang dari 300 mungkin berakibat fatal bagi manusia.elang ular buta adalah ular terkecil di dunia berukuran dua inci panjang. Anaconda mungkin adalah ular terbesar dan bisa mencapai panjang 38 kaki.Ular ditemukan di banyak habitat termasuk air, hutan, padang pasir dan padang rumput.Seperti kebanyakan reptil, ular ectotherms yang berarti mereka harus mengatur suhu tubuh mereka sendiri. Ular berjemur di bawah sinar matahari untuk menghangatkan diri dan pindah ke lokasi yang lebih dingin untuk mendinginkan diri mereka. Ular hibernasi selama musim dingin.
Kesadaran akan Ular
Sementara visi ular biasa-biasa saja (umumnya menjadi yang terbaik dalam spesies arboreal dan terburuk dalam menggali spesies), ia mampu mendeteksi gerakan. Beberapa ular, seperti ular pohon anggur Asia, memiliki penglihatan binokular (di mana kedua mata digunakan bersama-sama). Dalam kebanyakan ular, lensa bergerak bolak-balik dalam bola mata untuk fokus. Selain mata mereka, beberapa ular (ular beludak pit, ular dan beberapa Boas) telah infra merah-sensitif reseptor di alur yang mendalam antara lubang hidung dan mata yang memungkinkan mereka untuk benar-benar melihat radiasi panas.Ular tidak memiliki telinga bagian luar, namun, mereka memiliki tulang yang disebut ‘kuadrat’ di bawah kulit di kedua sisi kepala yang berfokus suara ke koklea. Rasa pendengaran yang paling sensitif terhadap frekuensi sekitar 200 – 300 Hz.Seekor ular bau dengan menggunakan lidahnya bercabang untuk mengumpulkan partikel udara kemudian diteruskan kepada organ Jacobson (organ sensorik) di mulut untuk pemeriksaan. Garpu di lidah memberikan ular semacam rasa directional penciuman. Bagian tubuh yang bersentuhan langsung dengan permukaan tanah sangat sensitif terhadap getaran, sehingga ular mampu merasakan hewan lain yang mendekat.
Makanan Ular
Semua ular adalah karnivora (pemakan daging). Ular makan tikus dan lainnya mamalia, burung, reptil, ikan, amfibi, serangga dan telur. Beberapa ular (seperti kobra, ular dan ular derik) yang berbisa dan membunuh atau melumpuhkan mangsa mereka dengan menyuntikkan racun melalui taring berlubang. Racun dari ular berbisa melumpuhkan sistem saraf, menyebabkan jantung dan paru-paru gagal, atau menyebabkan perdarahan bagian dalam mangsanya.Beberapa ular seperti boas dan anacondas, membunuh mangsanya dengan meremas sampai mati, meremas tidak selalu menghancurkan korban melainkan mencegah dari pernapasan dan mati lemas itu. Ular tidak mengunyah makanan mereka atau bahkan menggigitnya menjadi potongan-potongan mereka hanya menelan seluruh makanan mereka.Setelah makan, ular menjadi tidak aktif sementara mereka mencerna makanan mereka. Pencernaan merupakan kegiatan intensif, terutama setelah konsumsi mangsa yang sangat besar. Dalam spesies yang makan hanya pada selang waktu yang tidak teratur, seluruh usus mereka memasuki keadaan berkurang antara waktu makan untuk menghemat energi dan sistem pencernaan ‘up-diatur’ untuk kapasitas penuh dalam waktu 48 jam konsumsi mangsa. Begitu banyak energi metabolik yang terlibat dalam pencernaan yang pada spesies seperti ular berbisa Meksiko, peningkatan suhu tubuh naik sebanyak 14 derajat Celsius di atas lingkungan sekitarnya. Karena itu, ular terganggu setelah baru-baru ini makan akan sering memuntahkan mangsanya agar dapat melarikan diri ancaman yang dirasakan. Namun, ketika terganggu, proses pencernaan sangat efisien, melarutkan dan menyerap segala sesuatu tetapi rambut dan cakar, yang diekskresikan bersama dengan limbah asam urat. Ular telah dikenal untuk sesekali mati mencoba menelan binatang yang terlalu besar. Cairan pencernaan Ular tidak dapat mencerna sebagian materi tanaman, yang melewati sistem pencernaan sebagian besar tidak tersentuh.Sebuah makan besar akan menyimpan beberapa ular kelaparan di teluk untuk waktu yang lama. Anacondas dan ular bisa hidup sampai satu tahun setelah makan mangsa besar tanpa harus mencari makanan. Ular berburu terutama pada malam hari.
Reproduksi Ular
Reproduksi di ular bervariasi antara spesies – beberapa telur awam, seperti dinosaurus lakukan, beberapa melahirkan hidup muda, seperti mamalia. Telur menetas dan muda tidak dirawat dengan baik orang tua, dengan pengecualian dari beberapa spesies Python.Beberapa spesies ovoviviparous dan mempertahankan telur dalam tubuh mereka sampai mereka hampir siap untuk menetas. Baru-baru ini, telah dikonfirmasi bahwa beberapa spesies ular sepenuhnya vivipar, seperti anaconda hijau, bergizi muda mereka melalui plasenta serta kantung kuning telur, sangat tidak biasa di antara reptil. Retensi telur dan kelahiran hidup umumnya, tetapi tidak eksklusif, terkait dengan lingkungan dingin, seperti retensi muda dalam wanita memungkinkan dia untuk mengontrol suhu mereka lebih efektif daripada jika muda berkembang berada di telur eksternal.Ular yang diyakini tinggal selama lebih dari 20 tahun di alam liar, namun, di penangkaran, beberapa spesies akan hidup selama 50 tahun

TIPS MEMBEDAKAN ULAR BERBISA
dengan Tidak Berbisa :
Ular yang berbisa tinggi dan mematikan memiliki tipe gigi Proteroglypha dan Solenoglypha. Jika manusia tergigit kelompok ular ini, prinsipnya adalah segera mengeluarkan bisa keluar dari tubuh, hambat laju racun menuju ke jantung dan secepat mungkin berikan pertolongan pertama yang tepat dan
benar. Jika tidak tertolong dan salah
penanganan akan berakibat cukup fatal yaitu kematian. Jika tertolong, biasanya akan meninggalkan cacat atau bekas pada gigitan. Sebenarnya, jumlah dan jenis ular berbisa tinggi
lebih sedikit dibanding kelompok yang lain, kecuali semua jenis ular laut yang berbisa tinggi dan sangat mematikan. Kandungan protein yang keluar pada taring ular, merupakan bisa ular. Jika kita mengamati dengan teliti, ada beberapa hal yang dapat membedakan ular yang berbisa tinggi dan berbisa rendah.
Berikut adalah cara membedakan ciri ular berbisa dan tidak berbisa. Tapi beberapa ciri
berikut masih belum menunjukkan tingkatan bisa ular secara tepat hingga perlu pengamatan dan penelitian lebih lanjut.
# Ciri ular berbisa rendah biasanya gerakannya cepat, takut pada musuh, agresif, beraktifitas pada siang hari, membunuh mangsanya dengan
membelit, bentuk kepalanya bulat telur (oval). tidak memiliki taring bisa, gigitannya tidak mematikan, dan setelah menggigit langsung lari,
karena menggigit baginya adalah bentuk pertahanan diri, bukan untuk memangsa.
# Sedangkan ciri ular berbisa tinggi adalah: Gerakannya lambat, tenang, penuh percaya diri, beraktifitas pada malam hari (nocturnal), membunuh mangsanya dengan menyuntikkan
bisa, bentuk kepalanya cenderung segitiga sempurna atau seperti mata panah, memiliki taring bisa, racun mematikan, kanibal & setelah
menggigit, ular akan tetap tak bergerak dari tempatnya.
Tapi ada beberapa pengecualian yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
~ Terdapat ular yang kepalanya berbentuk oval (bulat telur), agresif, keluar siang & malam
tetapi bisanya sangat tinggi, contoh king kobra ( Naja sputratix).
~ Ular berbisa tinggi, kepala berbentuk oval, namun gerakannya gerakan tenang dan tidak agresif, contohnya ular weling, ular welang, dan ular picung/pudak seruni. Biasanya ular berbisa ini memiliki warna yang menyolok untuk
memperingatkan musuhnya.
~ Tidak berbisa, keluar malam hari, dan gerakan lamban, Contoh : semua jenis ular phyton, ular boa, dan ular pelangi (Xenopeltis unicolor )



Jenis ular berbisa sebenarnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan ular yang tidak berbisa. Ular berbisa biasanya tidak terlalu agresif karena mereka mengandalkan bisanya untuk melindungi diri dari musuh. Sebenarnya bisa ular lebih berfungsi untuk berburu mangsa saja.

1. Ular Weling (Bungarus Candidus)
  • Ciri-ciri fisik: Kepala oval, panjang tubuh dewasa sekitar 80 – 160 cm, warna kulitnya loreng hitam putih cerah dengan ukuran yang tidak seragam melingkar membentuk cincin, badan berpenampang bulat, bagian bawah putih polos, kelihatan mencolok di malam hari.
  • Habitat: Sawah, perkebunan, dekat pemukiman penduduk, perbukitan dataran rendah sampai pada ketinggian 1600 m dpl.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), tidak agresif di siang hari, cenderung menghindar jika diganggu atau menyembunyikan kepalanya di bawah badannya dengan melingkar, sensitif dengan cahaya dan akan berusaha mendekti.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Neurotoxin (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: hampir tidak ada.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Menyebabkan kematian, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 60 – 70%


2. Ular Welang (Bungarus Fasciatus)
  • Ciri-ciri fisik: Kepala oval, panjang tubuh dewasa sekitar 110 – 213 cm, warna kulitnya loreng hitam kuning cerah dengan ukuran yang seragam melingkar membentuk cincin, badan cenderung segitiga (tidak bulat), kelihatan mencolok di malam hari.
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk.
  • Makanan: Kadal, katak, ular, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), tidak agresif di siang hari, cenderung menghindar jika diganggu atau menyembunyikan kepalanya di bawah badannya dengan melingkar, sensitif dengan cahaya dan akan berusaha mendekti.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Neurotoxin (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: hampir tidak ada.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Menyebabkan kematian, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%



3. Ular Luwuk (Trimeresurus Albolabris)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 40 – 100 cm, kepalanya berbentuk segi tiga, leher kecil, sisik kasar, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan, mata merah, warna kulit bawah hijau cerah sedangkan punggungnya agak tua, ekor merah dan runcing.
  • Habitat: Hutan bambu, semak-semak hijau, pepohonan hijau atau dekat sungai.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada mamal hari) dan semi arboreal (siang hari menghabiskan waktu di dahan pohon dan malam hari di daratan), tidak melarikan diri bila di pegang atau diganggu bahkan akan langsung menggigit.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat.
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi membahayakan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%



4. Ular Bandotan Macan (Vipera Russelli)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 100 – 150 cm, badan coklat dengan corak gambar membentuk oval tak beraturan, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leherjantan lebih besar dari pada betina, kepalanya berbentuk segi tiga, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan.
  • Habitat: Semak-semak daun kering, ladang pertanian, persawahan, daerah bebatuan, atau padang rumput pd ketinggian sampai 2000 m dpl.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), mulai aktif pada sore hari, menangkap mangsa dengan cara menyergap (ambush), jika merasa terganggu akan cenderung diam dari pada melarikan diri dan akan mengeluarkan suara (hissing) yg sangat keras dengan di barengi dgn posisi siaga (“S” shape) mulai dari leher ke kepala. serangannya sangat cepat dan luka gigitan sangat dalam.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 10 – 20%



5. Ular Bandotan Jedor (Calloselasma Rhodostoma)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 110 cm, tubuh berwarna coklat dengan corak gambar seperti diamond, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leher, sisik kasar, kepalanya berbentuk segi tiga, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan.
  • Habitat: Semak-semak daun kering, ladang pertanian, persawahan, daerah bebatuan.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari) dan diurnal (jarang), cenderung aktif jika kelembaban meningkat, hampir tidak ada gerakan berarti untuk menghindari predator/manusia, tdk termasuk ular yang agresif namun siap menyerang jika di ganggu.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%



6. Ular King Kobra (Ophiophagus Hannah)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 200 – 559 cm, warna kulitnya hitam dengan cincin putih (tidah terlalu terang) di sepanjang tubuhnya.
  • Habitat: Hutan tropis, padang rumput terbuka, dataran rendah, sampai pada ketinggian 1800 m dpl.
  • Makanan: Utamanya ular dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), terestrial dan kanibal. termasuk ular yg tidak agresif, lebih memilih untuk lari jika di ganggu, namun jika terpojok maka ular ini akan menaikan tubuhnya tinggi2 sambil mengembangkan tubuh di sekitar lehernya (hood) dan akan mengeluarkan suara yg cukup keras.
  • Tipe gigi:
  • Racun dominan: Postsynaptic neurotoxins (menyerang sistem syaraf) yang dapat membunuh manusia dalam 3 menit.
  • Efek pada luka gigitan: sakit, bengkak, memar, cell mati (necrosis)
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 50 – 60%



7. Ular Kobra Hitam/Ular Sendok (Naja Sputatrix)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 130 – 185 cm, warna kulitnya hitam legam (daerah blitar), leher coklat melingkar.
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk, sungai.
  • Makanan: Kadal, katak, ular, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Diurnal, terestrial, jika diganggu akan menyemprotkan bisa sebagai pertahanan.
  • Tipe gigi:
  • Racun dominan: Postsynaptic neurotoxins (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: sakit, bengkak, memar, sel mati (necrosis)
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa tinggi dan berpotensi membahayakan


8. Ular Pudak Bromo (Rhabdophis Subminiatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 130 cm, tubuh berwarna dominant coklat dari kepala hingga ekor, leher berwarna jingga, merah menyala dan hijau, badan berbintik putih, bagian bawah berwarna putih
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk, sungai.
  • Makanan: Katak, cicak, kadal.>
  • Kebiasaan: Terrestrial dan diurnal.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Mixture of procoagulants.
  • Efek pada luka gigitan: Terasa sakit pada luka gigitan, memar, bengkak dan terjadi pendarahan.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi menyebabkan kematian.

1.    Ular Sowo Bajing (Boiga Drapiezii)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 130 – 220 cm, warna kulitnya coklat muda.
  • Habitat: Hutan bakau, dataran rendah / kaki bukit hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, telur mereka sendiri, kadal, kodok, dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan.
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.

2.    Ular Cincin Emas/Taliwongso (Boiga Dendrophila)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 120 – 250 cm, tubuh bagian dorsal berwarna hitam dengan garis-garis kuning atau putih disisi lateral dengan jarak satu garis dengan yang lain agak teratur, ada juga yang berwarna hitam putih, tubuh bagian ventral berwarna hitam atau kebiru-biruan, labial bawah berwarna kuning dengan garis-garis hitam kecil, mata bulat dengan pupil mata elips vertikal.
  • Habitat: Hutan bakau, dataran rendah / kaki bukit hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, rodent, kadal, kodok, ikan, dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan, perenang handal, jika diganggu akan membuka mulutnya cukup lebar dan membentuk posisi siaga dan jika menggigit maka mangsanya akan di kunyah untuk mengalirkan bisanya, juga dpt membunuh mangsanya dgn cara membelit.
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.
 

3.    Marble Cat Snake  (Boiga Multimaculata)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 120 cm, warna kulitnya coklat muda dengan totol-totol coklat tua.
  • Habitat: Hutan tropis, dataran rendah sekitar sungai / kali pd ketinggian 1700 m.
  • Makanan: Burung, telur mereka sendiri, kadal, kodok dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan, perenang handal, jika diganggu akan membuka mulutnya cukup lebar dan membentuk posisi siaga dan jika menggigit maka mangsanya akan di kunyah untuk mengalirkan bisanya, juga dpt membunuh mangsanya dgn cara membelit.
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.


4.    Ular Kadut Air (Homalopsis Buccata)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, tubuh bagian dorsal berwarna coklat kemerahan, kelabu kehijauan atau kelabu tua gelap sampai hitam, corak belang dengan bentuk yang tak beraturan, tubuh bagian lateral terdapat bintik-bintik putih, tubuh bagian ventral berwarna putih atau kuning dengan titik-titik hitam, terdapat garis hitam mata dan tanda hitam berbentuk V pada moncongnya, terdapat tiga bintik hitam pada kepalanya
  • Habitat: Sawah, sungai.
  • Makanan: Katak, ikan, reptile kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nokturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Ophistoglypha, jika menggigit, giginya cenderung tertinggal
  • Racun dominan:
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa gatal pada luka.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa ringan.

 
5. Ular Gadung Pucuk/Ulo Jangan (Dryophis Prasinus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya panjang dan sangat kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 80 – 200 cm, tubuh bagian dorsal berwarna hijau, hijau kecoklatan atau keabuabuan-coklat, saat ketakutan atau marah, bagian leher mengembang akan terlihat warna hitam putih dan biru, tubuh bagian lateral terdapat garis kuning atau putih, tubuh bagian ventral berwarna hijau, kepala panjang dengan dengan moncong meruncing , mata horizontal.
  • Habitat: Dataran rendah, hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, kadal, katak dan reptil kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), arboreal, dapat bergerak dengan cepat diantara semak atau cabang pohon dan juga sering di temukan pd dasar hutan (juvenile).
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha.
  • Racun dominan:
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Tidak ada efek yang berarti bagi manusia.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa ringan.
Ular yang tidak berbisa umumnya bersifat sangat gesit apalagi jika bertemu dengan makluk yang lebih besar karena mereka merasa takut, makanya mereka sering melarikan diri saat bertemu kita untuk menyelamatkan diri.

1. Ular Tampar /Tali Picis (Dendrelaphis Pictus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuh panjang dan kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, kepala oval, mata horizontal, lidah berwarna merah, warna kulitnya coklat dan ada 2 garis hitam memanjang dari kepala ke ekor, bagian bawah terdapat garis kuning memanjang hingga ekor.
  • Habitat: Pepohonan, hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Katak, tikus, belalang, cicak, jangkrik.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), dapat bergerak dengan cepat diantara semak atau cabang pohon dan juga sering di temukan pd dasar hutan (juvenile), muncul bintik putih di leher jika marah.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Racun: Hanya berbahaya bagi sesama ular.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.
  • Efek racun pada tubuh: Tidak ada efek bagi manusia.

2. Ular Lare Angon (Xenochrophis Vittatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 75 cm, dengan sepasang pita coklat yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan), warna punggung selebihnya coklat muda, dengan garis hitam putus-putus di bagian bawah.
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia.
  • Tipe gigi: Aglypha.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.

3. Ular Kayu/Priting (Ptyas Korros)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna coklat atau coklat kehijauan, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 170 cm, sisik tubuh bagian belakang kuning dengan garis hitam disekeliling tiap sisiknya, tubuh bagian bawah (ventral) berwarna kuning, mata bulat, besar dan hitam, pada yang muda terdapat garis-garis putuh pada bagian tubuh atas (dorsal).
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.

4. Ular Jali (Ptyas Mucosus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan atau kehijauan (olive), Terdapat garis-garis vertikal hitam pada begian kepala (bibir) dan belakang, Tubuh bagian ventral berwarna putih, Mata bulat, besar,hitam, Pada yang muda terdapat garis-garis terang pada bagian depan, Panjang ± 50 cm – 250 cm
  • Habitat : Darat (semak-semak), persawahan/ladang
  • Aktivitas : Diurnal (siang hari)
  • Makanan : Tikus, kodok, katak dan burung
  • Tipe gigi : Aglypa
  • Efek pada gigitan: tidak terlalu sakit

5. Ular Terawang (Elaphe Radiata)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 200 cm, tubuh bagian dorsal berwarna kekuningan, dengan empat garis longitudinal berwarna hitam pada bagian tubuh depan, tubuh bagian depan belakang berwarna kuning, tubuh bagian ventral berwarna kuning, terdapat garis hitam dari mata dan melintang pada bagian belakang kepala.
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia, pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.

6. Ular Kadut (Acrochordus Granulatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 120 cm, kulitnya kasar namun tipis, warnanya belang hitam putih atau abu2 putih yang berpola garis vertikal.
  • Habitat: Persawahan dan sungai.
  • Makanan: Katak, ikan.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit

7. Ular Air (Xenocrophis Piscator)
  • Ciri-ciri : Tubuh bagian dorsal berwarna kuning atau coklat kehijauan (olive) dengan tanda hitam berbentuk S berwarna hitam pada sepanjang tubuhnya atau garis-garis longitudinal, Tubuh bagian ventral putih dan terdapat garis hitam pada tiap sisiknya, Terdapat garis hitam pada bagian belakang mata, Mata bulat besar, Bila marah ular ini akna memipihkan tubuhnya ketanah, Panjangnya ± 110 cm – 120 cm
  • Habitat : ½ perarian, dekat kolam, sungai, sawah
  • Aktivitas : Diurnal (aktif pada siang hari)
  • Makanan : Katak dan ikan
  • Tipe gigi : Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit

8. Ular Pelangi (Xenopeltis Unicolor)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, Tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau kehitaman jika tubuhnya terkena sinar matahari akan memantulkan warna pelangi, tubuh bagian ventral berwarna putih, kepalanya pipih, mata bulat besar.
  • Habitat: Sawah, ladang subur.
  • Makanan: Katak, ular, cacing.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.

9. Ular Serasah (Sibynophis Geminatus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 70 cm, ciri utamanya terletak pada kalung tebal berwarna kuning jingga di tengkuk, dengan sepasang pita kuning agak jingga kecoklatan yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan), warna punggung selebihnya coklat tua kemerahan, dengan garis hitam halus putus-putus di antara warna coklat dengan pita kuning, kepala coklat muda, dengan bibir atas berwarna putih menyolok, sisi bawah tubuh (ventral) kuning di bawah leher, kuning muda sampai putih kehijauan di sebelah belakang; dengan bercak-bercak hitam beraturan di batas lateral, iris mata berwarna kekuningan.
  • Habitat: Ladang subur, rerumputan.
  • Makanan: Katak kecil dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), ular ini kerap menyusup-nyusup di serasah atau rerumputan sehingga jarang teramati, gesit.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak sakit.

10. Ular Sowo Kopi (Elaphe Flavolineata)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 140 cm, tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau keabu-abuan dengan tanda hitam persegi panjang yang belang dengan putih bagian depan, terdapat garis hitam longitudinal pada bagian vertebral (tulang belakang), tubuh bagian belakang berwarna coklat gelap atau hitam, tubuh bagian ventral berwarna kuning, coklat atau kehitaman.
  • Habitat: Ladang kering, perumahan warga.
  • Makanan: Katak dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak sakit.

11. Ular Sanca Batik/Puspo Kajang (Python Reticulatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa dapat mencapai 1500 cm, tubuh bagian dorsal kekuning atau coklat dengan corak seperti jala (jajaran genjang) dengan warna hitam pada bagian dalamnya dikelilingi warna kuning, tubuh bagian ventral berwarna kuning, terdapat garis hitam memanjang dari bagian belakang mata, kepala berwarna kuning dengan garis hitam tepat pada tengah, mata bulat dengan pupil mata elip vertikal.
  • Habitat: Darat, hutan tropis dan dekat sungai (air).
  • Makanan: Mamalia dan unggas.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), membunuh mangsa dengan membelit..
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Dapat menyebabkan luka yang serius.

12. Ular Sanca Kembang (Python Molurus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa dapat mencapai 800 cm, tubuh berwrna abu – abu hitam dengan corak gambar membentuk kotak tidak beraturan dgn garis tepi berwarna abu – abu, tubuh bagian ventral berwarna putih, kepala oval berwarna coklat dengan garis kunig atau abu – abu di pinggirnya, mata bulat dengan pupil mata elip vertikal.
  • Habitat: Darat, hutan tropis dan dekat sungai (air).
  • Makanan: Mamalia dan unggas.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), membunuh mangsa dengan membelit..
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Dapat menyebabkan luka yang serius.
 
13. Ular kawat
Ular kawat merupakan sejenis ular yang terkecil di dunia. Nama ilmiahnya adalah Ramphotyphlops braminus (Daudin, 1803). Sementara nama-namanya dalam bahasa lain adalah common blindsnake, Brahminy blindsnake, flowerpot snake, bootlace snake (Eng.); ular kawat, ular cacing (Ind.), ular duwel .



Identifikasi

Ular kawat bertubuh amat kecil, nampak berkilau seperti sepotong kawat kecil kehitaman. Panjang tubuh hingga 175 mm, akan tetapi jarang yang lebih panjang dari 15 cm. Kebanyakan malah sekitar 10 cm atau kurang.
Tubuhnya berwarna hitam, kehitaman, kecoklatan, atau abu-abu kebiruan. Umumnya lebih gelap di bagian dorsal (punggung) dan lebih muda di sisi ventral (perut). Ekornya amat pendek dan pada ujungnya terdapat runcingan serupa duri. Terkadang kedua ujungnya (kepala dan ekor) berwarna lebih muda atau keputihan.
Matanya tersembunyi dan hanya nampak sebagai bintik gelap samar-samar di balik sisik kepalanya. Oleh sebab itu, dalam bahasa Inggris dikenal sebagai blind snake (ular buta). Sisik-sisik yang menutupi bagian tengah tubuh tersusun dalam 20 deret, amat halus dan serupa saja bentuknya di bagian dorsal maupun ventral.


Kebiasaan dan ekologi

Ular ini sangat mirip cacing, baik ukuran tubuh maupun perilakunya. Sering ditemukan di bawah perabotan rumah, di balik pot-pot tanaman dan di halaman, di bawah batu dan kayu-kayu busuk, ular ini dengan segera menggelepar seperti cacing bila terusik. Namun bila diamati dengan seksama, terlihat ular ini memiliki sisik yang berkilau dan kulitnya tidak berlendir.

Ular kawat menggemari tempat-tempat yang sedemikian untuk mencari mangsanya yang berupa telur-telur semut, rayap dan berbagai serangga kecil lainnya. Mulutnya begitu kecil, dan hanya cukup untuk menelan mangsanya yang juga amat kecil. Karena itu adanya sangka-sangkaan orang bahwa ular kawat termasuk semacam ular yang amat berbisa dan dapat mematikan manusia hanyalah mitos yang tidak berdasar. Ular ini bahkan tidak mampu menggigit orang.
Ular ini diduga berbiak secara partenogenesis, yakni telurnya berkembang menjadi individu ular tanpa dibuahi oleh ular jantan. Dugaan ini muncul karena semua spesimen ular ini yang berhasil dikumpulkan ternyata teridentifikasi dengan kelamin betina (Tweedie, 1983). Sejenis ular lain yang juga diketahui memiliki kemampuan partenogenesis adalah ular karung Papua (Acrochordus arafurae).
Kebiasaan ular ini yang hidup di bawah tanah (fossorial), ukurannya yang amat kecil, dan kemampuan partenogenesisnya, menjadikan ular kawat ini mudah tersebar luas; populasinya dapat terbentuk hanya dengan satu spesimen ular yang terbawa dalam tanah pada pot tanaman.



Penyebaran

Penyebaran ular ini amat luas: Afrika (Zanzibar, Tanzania, Mozambique, Somalia, Kamerun, Benin, Togo, Pantai Gading). Madagaskar, kepulauan-kepulauan Comoro, Mascarenes, Seychelles, Mauritius, Reunion, Rodrigues.
Asia tropis (Arab, Persia, India, Srilanka, Myanmar, Muangthai, Indochina, Tiongkok selatan, Jepang selatan, Hongkong, Taiwan, Filipina, Semenanjung Malaya, dan kepulauan-kepulauan di Samudera Hindia).
Pasifik (Guam, Solomon, New Caledonia, Hawaii), Meksiko, Guatemala dan Hindia Barat.
Di Indonesia ular kawat menyebar di seluruh kepulauan.



Jenis yang berkerabat

Ada beberapa banyak spesies ular kawat lainnya dari marga Typhlops di Indonesia barat, Cyclotyphlops di Sulawesi dan Acutotyphlops di Papua. Kerabat dekat ular kawat, yakni Ramphotyphlops lineatus (Schlegel, 1839), memiliki panjang tubuh sampai sekitar 48 cm dan menyebar dari Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Nias, Kalimantan, Jawa barat dan tengah.


CARA MRNGATASI GIGTAN ULAR
Ular dari keluarga elapidae ini cukup dikenal di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Ular kobra tidak selalu mengancam kita dengan mematuk, namun juga menyemburkan bisa seperti yang dilakukan oleh Naja sumatrana (tersebar di Semenanjung Malaya, Thailand, Sumatera dan pulau sekitarnya) dan Naja sputatrix (tersebar di Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores hingga Alor dan kemungkinan pulau di sekitarnya). Namun yang paling menakukan mungkin Ular Anang (King Cobra) yang paling besar dan panjang di jenisnya, namanya ophiophagus – bermakna ia juga memangsa sesama ular. Ular Anang cukup agresif jika diganggu, namun lebih sering memilih pergi meninggalkan daerah gangguan. Ular Anang ada di Pulau Sumatra, Mentawai, Jawa, Bali, Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, meskipun kini populasinya semakin terdesak karena ekspansi pemukiman manusia.
Golongan elapidae lain yang cukup umum namun jarang dijumpai karena merupakan mahluk malam adalah ular belang/welang atau genus bungarus (krait, banded snake), mudah dikenali karena tubuhnya berpola belang melingkar. Saya tidak tahu tapi semua jenis saya rasa memiliki  belang seperti itu, kecuali mungkin Bungarus flaviceps yang berwarna gelap dengan kepala dan ekor berwarna merah.
Bungarus dikenal dengan bisanya yang mematikan. Hindari kontak dengan ular ini. Di Indonesia terutama Bungarus fasciatus (belang kuning keemasan dan hitam) ada di Sumatra, Jawa dan Borneo. Meski sangat berbisa, namun karena perbedaan waktu aktif dengan manusia, jarang dilaporkan kematian akibat bisa ular ini.
Selain keluarga elapidae, maka keluarga viperidae (ular viper) yang cukup ditakuti masyakarat lokal karena racunnya yang juga mematikan. Di antaranya adalah golongan ular bandotan, bangkai laut dan ular tanah.
Yang paling ditakuti mungkin adalah ular bangkai laut, dalam beberapa bahasa disebut juga ular gadung luwuk, tarihu atau dalam bahasa Bali di tempat saya dikenal dengan lelipi teja. Warna hijaunya mencolok dan kontras dengan warna matanya yang kemerahan, biasanya suka ada di pepohonan dan ranting hijau, menyamarkan diri, cukup agresif jika terganggu. Yang khas adalah warna ekor merahnya, yang bisa sekilas membedakan dengan ular lain yang mirip seperti ular pucuk, ular bajing/hijau.
Ular ini cukup umum ditemukan di Indonesia, termasuk di daerah saya sendiri di Bali. Dan sekitar separuh kasus gigitan ular di Indonesia, ular ini adalah penyebabnya. Racunnya berbahaya, dalam dosis besar dapat menyebabkan kematian.
Masih ada sejumlah ular berbisa lainnya, termasuk ular laut dan beberapa spesies lain yang mungkin tidak umum ditemukan di Indonesia. Di Indonesia juga ada yang golongan viperidae yang disebut Bandotan Puspa (Russel Viper/Daboia Ruselli), ular paling mematikan di dunia setelah Black Mamba. Ada juga ular cabe, namun saya tidak pernah melihatnya langsung. Dan yang banyak juga adalah ular tanah (Ankystrodon rhodostoma/Calloselasma rhodostoma), juga cukup beracun dari golongan viperidae.
Ular adalah bagian dari ekosistem kita yang saling mengisi, jika tidak ada ular di persawahan, bisa jadi hama tikus sudah merugikan para petani dalam jumlah besar. Oleh karena itu umum di tempat saya biasanya ular yang masuk ke pemukiman akan dipindahkan ke daerah yang jauh dari pemukiman warga, dan bukannya dibunuh. Kecuali untuk ular berbisa yang menyerang, mungkin sudah menjadi refleks bertahan hidup manusia juga untuk membunuhnya.
Coba hindari kontak dengan ular, jika Anda bertemu menjauhlah, jika menghalangi jalan, carilah jalan memutar atau biarkan ular lewat terlebih dahulu. Jika memasuki rumah atau pekarangan, silakan dipindahkan, jika tidak memiliki keahlian menangangi ular mintalah bantuan pada yang ahli/terbiasa menangani ular. Jangan asal bernyali, karena banyak ular tampak tidak berbisa dan tidak agresif namun justru mematikan.
Jika Anda digigit ular, kadang tidak tahu apa yang menggigit karena kejadian yang cepat, misalnya saat berkebun, Anda harus melihat pola luka yang dihasilkan. Jika luka polanya berupa huruf “U”, kemungkinan bukan dari ular berbisa, jika ada dua titik tusukan (yang kemungkinan besar akibat taring ular), maka kemungkinan besar itu adalah ular berbisa.
Apa yang perlu ada dalam pikiran Anda adalah mencari bantuan medis secepatnya. Jika Anda menemukan korban gigitan ular, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk tidak coba-coba dilakukan:
  • Jangan biarkan korban bergerak berlebihan, semakin bergerak semakin cepat venom (bisa ular) menyebar. Jika perlu gotonglah korban ke manapun, berjalan kaki hanya jika terpaksa.
  • Jangan membalut torniket, membebat area luka atau di sekitar luka. Itu mungkin sedikit menghambat bisa yang menyebar di peredaran darah, namun dapat memperparah kerusakan jaringan lokal akibat bisa.
  • Jangan memberikan kompres dingin pada daerah gigitan, suhu dingin juga dapat merusak jaringan dan tidak membantu menginaktivasi venom.
  • Jangan menyayat bekas area bekas gigitan atau mencoba menyedot racun dengan mulut.
  • Jangan berikan obat-obatan penstimulasi atau penghilang nyeri kecuali diresepkan dokter.
  • Jangan berikan apapun pada korban melalui mulut. Yang berarti korban dipuasakan.
  • Jangan meninggikan area gigitan ular pada posisi di atas jantung korban.
Ingatlah pada prinsip primum no nocere, pertama-tama jangan lakukan sesuatu yang mencederai; menyayat, menyodot sembarangan, mengompres dingin, membebat keras dengan torniket adalah hal-hal yang mencederai dalam kasus ini. Dan pertolongan pertama pada gigitan ular yang dapat Anda berikan adalah (dengan tetap memperhatikan kaidah di atas):
  • Carilah bantuan medis secepat mungkin, siapkan/cari transportasi yang tidak membuat penderita bergerak terlalu banyak menuju lokasi bantuan medis terdekat.
  • Tenangkan korban, dan yakinkan bahwa penanganan gawat darurat yang tepat akan bisa menolong.
  • Batasi gerak penderita, dan pastikan daerah gigitan ular berada lebih rendah dari jantung korban.
  • Jika Anda menemukan alat penyedot (yang memiliki pompa tekanan negatif) untuk menangani gigitan ular berbisa, gunakan sebagai penanganan awal sesuai instruksi pabrikannya.
  • Jika terjadi pada ujung jari, lepaskan cicin dan semua yang dapat menyekat, karena di sana mungkin terjadi pembengkakan. Buat bidai yang longgar hanya untuk membatasi gerak korban.
  • Jika area gigitan mulai membengkak dan/atau berubah warna, kemungkinan besar ularnya berbisa.
  • Pantau tanda vitalnya, seperti temperatur tubuh, laju napas, dan tekanan darah jika bisa. Jika muncul tanda syok (seperti memucat), baringkan korban, tinggikan kaki sedikit saja, dan selimuti agar hangat.
  • Bawa serta ular berbisa yang menggigit dalam keadaan mati, ini berlaku hanya jika bisa dilakukan secara aman. Jangan buang waktu dengan memburu ular, dan jangan risikokan diri mendapat gigitan lagi jika tidak mudah membunuh ular. Jangan lupa untuk berhati-hati menempatkan kepala ular yang mati saat membawa serta ke rumah sakit, meski sudah mati beberapa jam, ular masih memiliki refleks menggigit. Saya sendiri tidak tahu pasti bagaimana hal ini dapat terjadi.
Sesampainya di rumah sakit, petugas kesehatan akan memberikan bantuan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan tindak lanjut. Pemeriksaan tambahan juga mungkin akan disarankan, misalnya hitung darah lengkap, waktu protrombin, kimia darah (elektrolit, BUN, kreatinin), termasuk mungkin urinalisis untuk kemungkinan adanya myoglobinuria. Jika gejalanya sistemik, pemeriksaan analisa gas dan laktat darah akan diperlukan. Pemeriksaan rontgen jarang diperlukan, kecuali rontgen polos dada jika dicurigai adanya edema pulmoner atau foto polos jika dicurigai ada taring ular yang tertinggal di dalam bekas gigitan.
Yang cukup signifikan pada gigitan ular adalah diperolehnya antivenin/antivenom baik yang polivalen (untuk beberapa jenis bisa ular) ataupun yang monovalen (spesifik untuk bisa ular tertentu). Di Indonesia disebut sebagai serum antibisa ular (ABU), bisa digunakan untuk beberapa jenis ular yang banyak ditemui di Indonesia, misalnya Naja sputatrix, Bungarus fasciatus, dan Ankystrodon rhodostoma.
Selain pemberian antivenom, antibiotik juga direkomendasikan sebagai profilaksis dan pada kasus-kasus berat, sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas terhadap bakteri gram negatif disarankan, ceftriaxone misalnya. Meskipun gigitan ular tidak membawa bakteri Clostridium tetani, namun saat gigitan bakteri lain bisa masuk ke dalam luka, profilaksis toksoid tetanus difteri disarankan bagi mereka yang belum terimunisasi (namun pada wanita hamil hanya sebaiknya toksoid tetanus saja, tanpa difteri).
Meski tidak semua gigitan ular berbisa membahayakan, beberapa dikenal dengan “dry bite“, yang merupakan gigitan yang tidak menanamkan bisa ke tubuh korban – namun pengawasan akan tetap disarankan melalui rawat inap. Biasanya ada obeservasi awal di  UGD selama 8 – 10 jam, namun sering kali sulit dilakukan, pertama karena UGD sering kali memerlukan ruang kosong untuk pasien lain, atau kondisi yang parah akan memerlukan penanganan segera di ICU.
Sindrom kompartemen adalah komplikasi yang paling umum dari gigitan ular, terutama keluarga viperidae. Operasi sangat mungkin diperlukan untuk mengatasi hal ini, jika tidak ingin memunculkan dampak lebih buruk lagi.
Luka pada bekas gigitan akan dapat menimbulkan infeksi dan kerusakan kulit. Penanganan infeksi bisa dibantu dengan antibiotik.
Komplikasi serius lainnya yang mungkin terjadi adalah komplikasi kardiovaskuler, hematologi, dan kolaps pulmoner. Neurotoksisitas dengan myokymia otot-otot pernapasan bisa mengarahkan pada gagal napas. Penanganan yang cepat dan tepat membuat kematian jarang terjadi.
Komplikasi karena antivenin juga dapat terjadi berupa reaksi hipersensitivitas segera tipe I (anafilaksis) dan tipe III yang lambat (serum sickness). Beberapa gejala sisa, seperti nyeri mungkin dapat berlangsung lama, atau mungkin timbul complex regional pain syndrom tipe I yang sampai saat ini belum begitu dipahami. Timbulnya pembengkakan, perubahan aliran darah, aktivitas sudomotor abnormal pada wilayah nyeri, hingga allodynia (nyeri yang timbul pada stimulus yang sewajarnya tidak menimbulkan nyeri).


untuk pertolongan pertama kita dapat melakukan beberapa hal berikut:
1. Tenang jangan  panik !!
2. Tidak terlalu banyak bergerak apalagi menggerakkan bagian tubuh yang kena gigitan ular
3. Sedapat mungkin mengidentifikasi jenis ular yg menggigit, kalau tahu nama sebenarnya akan jauh lebih membantu, kalaupun tidak jangan       dipaksakan mengejar ular tersebut nanti malah bisa digigit dua kali lagi
4. Jangan ditoreh/dilukai/dirobek
5. Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
6. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit    paska gigitan.

Ada beberapa cara untuk mengobati gigitan ular, tergantung tingkat parah atau tidaknya gigitan.
1. Ambil sesendok minyak tanah dan sesendok minyak goreng, lantas suruh korban meminumnya. Minyak tanah dan minyak goreng berfungsi untuk menjadi tameng bagi jantung dan organ-organ penting dalam tubuh dari serangan racun bisa ular. Racun bisa tidak akan mampu menyerang jika tubuh diberi kedua cairan tersebut.
2. Ambil segenggam garam dan masukkan ke dalam air dalam sebuah gelas besar. Aduk air garam tersebut secukupnya. Buang ampas garam yang mengendap di dasar gelas. Terus air garam tersebut diminumkan kepada sang korban. Seperti halnya minyak tanah dan minyak goreng, air garam juga berfungsi sebagai anti toxin yang bisa melindungi jantung dan organ vital dari serangan racun bisa ular.
3. Jika korban digigit pada jam-jam berbahaya yang sudah dijelaskan di atas, maka cara yang cukup ampuh adalah dengan cara setrum. Dengan menggunakan accu kecil yang tidak berdaya listrik tinggi, tempelkan saja kabel negatif (-) dan positif (+) ke bekas gigitan. Awas, jangan sampai daerah yang bukan gigitan ikut tersetrum. Saat proses setrum berlangsung dan racun bisa disedot oleh listrik, sang korban tidak akan mengalami rasa sakit, paling akan merasa sedikit hangat. Jika bisa sudah habis disedot oleh listrik, korban pun akan merasa kesakitan. Saat itulah, proses setrum dihentikan segera agar tidak membahayakan korban.
4. Jika gigitan sudah terjadi lama dan sudah menimbulkan borok, maka cara yang digunakan adalah dengan proses pembakaran. Ambil tanah liat basah dan tempelkan ke daerah sekeliling bekas gigitan. Hal ini untuk melindungi daerah yang tidak terkena gigitan ular. Jika sekeliling daerah gigitan sudah terlindungi oleh tanah liat, baru kemudian dilakukan proses pembakaran. Ambil bara api secukupnya dan letakkan ke daerah gigitan. Jika bara api padam, nyalakan kembali. Saat racun bisa belum tuntas disedot oleh api, korban tidak akan mengalami rasa sakit atau panas. Namun jika sudah mulai terasa proses penyedotan berlangsung, korban akan mulai mengalami rasa hangat. Ketika racun bisa sudah habis tersedot, korban pun akan langsung merasa kepanasan. Saat itulah, proses pembakaran dihentikan.
Terkadang cara pembakaran ini harus memakan waktu dua hari. Hal itu terjadi karena gigitan yang sudah cukup lama, sehingga proses penyedotan tidak langsung selesai satu kali. Jadi, hari pertama dilakukan proses pembakaran. Keesokan harinya, hal pembakaran dilakukan kembali, sampai pasien betul-betul merasakan sakit sebagai pertanda bahwa racun bisa sudah habis tuntas disedot.
Bila tergigit ular yang berbisa tinggi
Efeknya berbeda beda sesuai jenis racun yang terkandung di dalam bisa ular.
Efek gigitan pada umumnya :
> Pembengkakan pada luka, diikuti perubahan warna
> Rasa sakit di seluruh persendian tubuh
> Mulut terasa kering
> Pusing, mata berkunang – kunang
> Demam, menggigil
> Efek lanjutan akan muntah, lambung dan liver (hati) terasa sakit, pinggang terasa pegal, akibat dari usaha ginjal membersihkan darah.
Penanganan jika tergigit dengan efek di atas:
*Posisikan bagian yang terluka lebih rendah dari posisi jantung
*Ikat diatas luka sampai berkerut. Setiap 10 menit, kendorkan 1 menit
*Buat luka baru deagn kedalam sekitar 1 cm dengan pisau, cutter, silet (yang disterilkan atau tidak, tergantung situasi). Buat luka pada mulai dari bagian atas, melalui lubang luka akibat taring. INGAT ! irisan luka baru jangan horisontal tetapi vertikal.
Keluarkan darah sebanyak mungkin dengan cara mengurut kearah luka baru. korban akan terasa sangat kesakitan, sehingga perlu dilakukan dengan hati – hati tetapi tetap berlanjut. Saat mengurut, ikatan dapat dikendorkan. Upaya pengeluaran dapat dibantu dengan alat khusus “snake bite”, alat suntik (tanpa jarum), batang muda pohon pisang, teknik menggunakan tali senar, dll….
tidak dianjurkan melakukan proses pengeluaran darah dan racun dengan menyedot melalui mulut. Karena itu sangat beresiko pada si penolong karena racun dapat mengkontaminasi mulut, gigi, gusi bahkan tertelan hingga lambung dan usus.
Proses itu dilakukan berulang –ulang hingga darah berwarna merah kehitaman dan berbuih keluar semua dan berganti dengan darah berwarna merah segar.
 Evakuasi korban. Bawa ke ahli ular untuk penanganan pengeluaran bisa ular lebih lanjut atau dapat pula dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan suntikan antivenom yang tepat. Usahakan mendapatkan antivenom monovalen sesuai karakter bisa ular yang menggigit (haemotoxin atau neurotoxin)

INGAT !
Tidak semua efek gigitan berbisa tinggi seperti diatas. Jika yang diserang hanya syaraf, maka tidak terjadi pembangkakan, demam, pusing, muntah dll. Penanganan gigitan ular welang, ular weling, ular laut, ular pudak seruni membutuhkan teknik khusus karena spesifikasi racunnya berbeda.
Tujuh
– Jangan beri minuman beralkohol
– Korban tetap berusaha untuk sadar
– Berikan semua jenis makanan dan minuman yang bergizi
– Jangan bergerak berlebihan, istirahat yang cukup
– segera evakuasi ke rumah sakit